WhatsApp Icon
Menjadi Lebih Baik Menuju Akhir 2025

Tahun 2025 mulai menutup lembarannya. Waktu berjalan begitu cepat, meninggalkan jejak perjuangan, kerja keras, dan doa yang tak pernah henti. Di balik kesibukan dan rutinitas, ada ruang yang perlu kita isi: ruang untuk merenung dan memperbaiki diri.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Ra’d: 11:

      “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”

Ayat ini menjadi pengingat lembut bahwa perubahan tidak datang dari luar, melainkan berawal dari dalam hati, dari niat tulus untuk menjadi lebih baik.

 

Menjelang akhir tahun, kita diajak untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri:

  1. Sudahkah kita lebih sabar dari tahun lalu?
  2. Sudahkah kita lebih dermawan, lebih ikhlas, lebih dekat dengan Allah?

Perjalanan kita bukan hanya tentang angka dan capaian, tetapi juga tentang makna dan keberkahan.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hasyr: 18:

      “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.”

Ayat ini menuntun kita untuk tidak sekadar menatap masa lalu, tetapi juga menyiapkan masa depan dengan amal saleh dan tekad perbaikan. Karena setiap langkah menuju kebaikan adalah bentuk syukur yang nyata atas nikmat kehidupan yang Allah titipkan.

Mari menutup 2025 dengan hati yang bersih, semangat yang baru, dan doa agar Allah senantiasa membimbing kita di jalan kebaikan.

 

      Menjadi lebih baik bukan menunggu waktu yang tepat, tapi tentang memilih untuk mulai, sekarang.

 

Tunaikan zakat,infak dan sedekah Anda melalui BAZNAS Provinsi Jawa Tengah:

 

jateng.baznas.go.id/bayarzakat

01/11/2025 | Kontributor: Humas BAZNAS Prov. Jateng
Dari Genggaman Jadi Kebaikan: Sedekah di Era Cashless

Kita hidup di zaman serba digital. Dari memesan makanan, membayar transportasi, hingga belanja kebutuhan harian semuanya bisa dilakukan lewat genggaman tangan. Tapi yang lebih indah dari itu, kini bersedekah pun bisa dilakukan dengan cara yang sama mudahnya. Di era cashless society 2025, semangat berbagi tak lagi terbatas oleh jarak, waktu, atau uang tunai di dompet.

Dengan fitur QR Code, mobile banking, dan aplikasi zakat digital, umat muslim bisa menyalurkan infak dan zakat dalam hitungan detik. Teknologi yang dulu dianggap sekuler, kini justru menjadi jembatan spiritual. Melalui kemudahan digital, kebaikan bisa menjangkau pelosok negeri dari mustahik di desa terpencil hingga pelajar yang membutuhkan beasiswa.

Era cashless seharusnya tak membuat kita kering empati, tapi justru memperluas peluang untuk peduli. Satu klik di layar ponsel bisa berarti harapan besar bagi seseorang yang tengah berjuang. Karena di balik setiap transaksi kebaikan, ada keberkahan yang terus berputar. Rasulullah SWT bersabda:

 

“Setiap sedekah yang kamu keluarkan akan dijaga oleh Allah hingga menjadi besar seperti gunung.”
(HR. Bukhari)

 

jateng.baznas.go.id/bayarzakat

24/10/2025 | Kontributor: Humas BAZNAS Prov. Jateng
Kiai Sahal Mahfudh: Mengubah Zakat dari Kedermawanan Menjadi Pemberdayaan

Ketika kita berbicara tentang tokoh inspiratif di dunia zakat dan pemberdayaan umat, nama KH. MA. Sahal Mahfudh hampir tak bisa dilewatkan. Ulama besar asal Kajen, Pati, Jawa Tengah ini bukan hanya dikenal karena kealimannya dalam bidang fiqih, tetapi juga karena gagasan besarnya dalam mengubah cara pandang terhadap zakat — dari sekadar amal karitatif menjadi instrumen sosial yang berdaya guna.

 

Dari Sedekah Konsumtif ke Zakat Produktif

Kiai Sahal Mahfudh memiliki pandangan yang jauh ke depan. Di masa ketika banyak orang memaknai zakat hanya sebagai bantuan sesaat, beliau justru mengajak umat untuk melihat zakat sebagai alat pemberdayaan.

Dalam salah satu pemikirannya yang tertuang dalam buku Nuansa Fiqih Sosial (2004), beliau menulis:

“Zakat tidak boleh berhenti pada aspek karitatif, melainkan harus dikembangkan ke arah produktif. Zakat seharusnya dapat menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat agar tidak terus bergantung pada bantuan.”

 

Pemikiran ini menegaskan bahwa zakat tidak seharusnya hanya menutup kebutuhan konsumtif sesaat, tetapi harus menjadi modal awal menuju kemandirian.

 

Pesantren Sebagai Basis Pemberdayaan

Kiai Sahal tidak berhenti pada teori. Di Pesantren Maslakul Huda, Kajen, beliau membuktikan bahwa pesantren bisa menjadi pusat pemberdayaan sosial-ekonomi.
Pesantren yang beliau pimpin tidak hanya mencetak ulama, tapi juga melahirkan pelaku ekonomi dan wirausahawan sosial.

Program seperti koperasi pesantren, pelatihan keterampilan, dan pendampingan masyarakat menjadi bukti nyata bagaimana ilmu agama dan ekonomi dapat berjalan beriringan.

Beliau pernah berpesan:

 

“Ilmu agama harus membumi, menjawab problem sosial dan ekonomi umat. Jangan sampai pesantren hanya menjadi menara gading yang terpisah dari realitas masyarakat.

 

Zakat Sebagai Jalan Kemandirian

Bagi Kiai Sahal, zakat memiliki misi sosial yang lebih luas daripada sekadar menunaikan kewajiban. Dalam pandangannya, tujuan utama zakat adalah menegakkan keadilan dan kemandirian sosial.

Beliau menulis:

“Zakat harus menjadi instrumen perubahan sosial. Dengan manajemen yang baik, zakat dapat mengubah mustahik menjadi muzakki, dan inilah bentuk keberhasilan zakat yang sesungguhnya.”

 

 

Pemikiran ini menginspirasi banyak lembaga zakat untuk bergeser dari pola “bantuan sesaat” menuju program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan, seperti pelatihan wirausaha, bantuan modal produktif, dan pendampingan UMKM.

 

Warisan Pemikiran yang Terus Hidup

Kini, gagasan Kiai Sahal Mahfudh terus menjadi inspirasi bagi berbagai lembaga, termasuk BAZNAS Jawa Tengah, yang berkomitmen mengelola zakat dengan semangat pemberdayaan.
Program-program ekonomi umat seperti Zakat Community Development (ZCD), UMKM Bangkit, dan beasiswa produktif adalah wujud nyata dari cita-cita beliau: menjadikan zakat sebagai penggerak perubahan.

Warisan Kiai Sahal tidak hanya tertulis dalam buku, tapi hidup dalam gerakan zakat yang memerdekakan.

Sebagaimana pesan beliau yang selalu relevan hingga kini:

 

“Kemandirian adalah buah dari keberagamaan yang matang. Dan zakat adalah jalannya.”

 

23/10/2025 | Kontributor: Humas BAZNAS Prov. Jateng
Self-Care yang Sejati: Saat Berbagi Jadi Terapi Jiwa

Di tengah kesibukan dan tekanan hidup yang kian padat di tahun 2025, istilah self-care menjadi tren yang ramai diperbincangkan. Banyak orang mencari ketenangan dengan cara berlibur, berbelanja, atau sekadar menikmati kopi di sore hari. Namun, ada bentuk self-care yang sering terlupakan yaitu berbagi. Saat kita menyalurkan infak, zakat, atau sedekah, sebenarnya kita sedang menenangkan batin dan menyembuhkan diri dari rasa gelisah yang tak terlihat.

Berbagi bukan sekadar membantu orang lain, tapi juga menguatkan diri sendiri. Setiap rupiah yang kita keluarkan dengan ikhlas menjadi cara Allah menghapus beban hati, menumbuhkan rasa syukur, dan memperluas empati. Banyak penelitian psikologi modern pun mengakui, menolong orang lain bisa menurunkan stres dan meningkatkan kebahagiaan, padahal Islam sudah mengajarkan hal itu sejak berabad-abad lalu.

Jadi, kalau hari ini kamu merasa lelah, cobalah self-care dengan berbagi. Tidak perlu menunggu kaya atau senggang, cukup mulai dari niat tulus dan tindakan kecil. Karena sejatinya, ketenangan jiwa bukan datang dari apa yang kita miliki, tapi dari apa yang kita ikhlaskan. Rasulullah ? bersabda:

 

“Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan bersedekah.”
(HR. Baihaqi)

 

jateng.baznas.go.id/bayarzakat

17/10/2025 | Kontributor: Humas BAZNAS Prov. Jateng
Ketenangan Jiwa dari Perspektif Psikologi dan Islam

Makna Ikhlas dalam Islam

Dalam ajaran Islam, ikhlas berarti melakukan sesuatu semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin dipuji, diakui, atau mendapatkan imbalan duniawi.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Bayyinah [98]:5:

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama...”

Ikhlas adalah pondasi dari setiap amal. Tanpanya, amal yang besar sekalipun bisa kehilangan nilai. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Amal yang ikhlas lahir dari hati yang sadar bahwa semua yang dilakukan adalah bentuk pengabdian kepada Allah — bukan untuk kepentingan pribadi, pengakuan, atau pujian manusia.

Ikhlas dalam Perspektif Psikologi

Dalam psikologi modern, konsep ikhlas memiliki kemiripan dengan istilah self-transcendence, yaitu kemampuan seseorang untuk melampaui kepentingan pribadi dan menemukan makna yang lebih tinggi dalam tindakannya.

Menurut Viktor Frankl (1963), manusia akan merasakan kebahagiaan sejati ketika ia melakukan sesuatu yang bermakna dan bukan sekadar demi keuntungan pribadi.
Orang yang ikhlas memiliki beberapa ciri psikologis:

  • Emosi lebih stabil, karena tidak bergantung pada validasi orang lain.

  • Hidup lebih tenang, sebab tindakannya sejalan dengan nilai-nilai spiritual.

  • Tidak mudah kecewa, karena fokus pada proses, bukan pada hasil.

Dengan kata lain, keikhlasan membantu seseorang mencapai kesehatan mental dan spiritual yang utuh.

Ikhlas sebagai Terapi Jiwa

Banyak gangguan emosional seperti stres, iri, dan kecewa muncul karena manusia terlalu berharap pada hasil atau penilaian orang lain. Islam memberikan solusi mendalam: latihlah hati untuk ikhlas.
Ketika seseorang beramal hanya untuk Allah, maka apapun hasilnya diterima dengan lapang dada. Inilah yang disebut dalam psikologi sebagai spiritual coping, yaitu kemampuan menghadapi tekanan dengan kekuatan iman.

Manfaat psikologis dari ikhlas antara lain:

  • Mengurangi stres dan rasa kecewa terhadap hasil yang tidak sesuai harapan.

  • Meningkatkan ketahanan mental (resilience) karena hati tidak mudah goyah.

  • Menumbuhkan rasa syukur dan penerimaan diri.

Ikhlas menjadikan seseorang kuat menghadapi situasi sulit, karena ia sadar bahwa semua yang terjadi berada dalam kendali Allah, bukan sekadar usaha manusia.

Cara Menumbuhkan Keikhlasan

  1. Luruskan niat sebelum bertindak. Pastikan setiap amal diniatkan karena Allah.

  2. Hilangkan keinginan untuk dipuji. Pengakuan manusia bersifat sementara, sedangkan balasan Allah kekal.

  3. Biasakan refleksi diri (muhasabah). Evaluasi apakah niat kita murni atau masih berharap imbalan dunia.

  4. Percayalah pada ketetapan Allah. Hasil mungkin tidak sesuai harapan, tetapi Allah selalu menilai usaha yang tulus.

 

Ikhlas adalah puncak kematangan spiritual dan psikologis. Dalam Islam, ia menjadi syarat diterimanya amal; dalam psikologi, ia adalah tanda kesejahteraan batin.
Ketika seseorang mampu berbuat tanpa pamrih dan menyerahkan hasilnya kepada Allah, maka ia akan menemukan kedamaian sejati.

Ikhlas memang tidak mudah, tapi di sanalah letak keindahan iman dan kedewasaan jiwa.

Mari ikut ambil bagian dalam menghadirkan lebih banyak senyum dan harapan.

Tunaikan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui BAZNAS Provinsi Jawa Tengah:

 

https://jateng.baznas.go.id/bayarzakat

09/10/2025 | Kontributor: Humas BAZNAS Prov. Jateng

Artikel Terbaru

Menjadi Lebih Baik Menuju Akhir 2025
Menjadi Lebih Baik Menuju Akhir 2025
Tahun 2025 mulai menutup lembarannya. Waktu berjalan begitu cepat, meninggalkan jejak perjuangan, kerja keras, dan doa yang tak pernah henti. Di balik kesibukan dan rutinitas, ada ruang yang perlu kita isi: ruang untuk merenung dan memperbaiki diri. Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Ra’d: 11: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” Ayat ini menjadi pengingat lembut bahwa perubahan tidak datang dari luar, melainkan berawal dari dalam hati, dari niat tulus untuk menjadi lebih baik. Menjelang akhir tahun, kita diajak untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri: Sudahkah kita lebih sabar dari tahun lalu? Sudahkah kita lebih dermawan, lebih ikhlas, lebih dekat dengan Allah? Perjalanan kita bukan hanya tentang angka dan capaian, tetapi juga tentang makna dan keberkahan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hasyr: 18: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” Ayat ini menuntun kita untuk tidak sekadar menatap masa lalu, tetapi juga menyiapkan masa depan dengan amal saleh dan tekad perbaikan. Karena setiap langkah menuju kebaikan adalah bentuk syukur yang nyata atas nikmat kehidupan yang Allah titipkan. Mari menutup 2025 dengan hati yang bersih, semangat yang baru, dan doa agar Allah senantiasa membimbing kita di jalan kebaikan. Menjadi lebih baik bukan menunggu waktu yang tepat, tapi tentang memilih untuk mulai, sekarang. Tunaikan zakat,infak dan sedekah Anda melalui BAZNAS Provinsi Jawa Tengah: jateng.baznas.go.id/bayarzakat
ARTIKEL01/11/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Dari Genggaman Jadi Kebaikan: Sedekah di Era Cashless
Dari Genggaman Jadi Kebaikan: Sedekah di Era Cashless
Kita hidup di zaman serba digital. Dari memesan makanan, membayar transportasi, hingga belanja kebutuhan harian semuanya bisa dilakukan lewat genggaman tangan. Tapi yang lebih indah dari itu, kini bersedekah pun bisa dilakukan dengan cara yang sama mudahnya. Di era cashless society 2025, semangat berbagi tak lagi terbatas oleh jarak, waktu, atau uang tunai di dompet. Dengan fitur QR Code, mobile banking, dan aplikasi zakat digital, umat muslim bisa menyalurkan infak dan zakat dalam hitungan detik. Teknologi yang dulu dianggap sekuler, kini justru menjadi jembatan spiritual. Melalui kemudahan digital, kebaikan bisa menjangkau pelosok negeri dari mustahik di desa terpencil hingga pelajar yang membutuhkan beasiswa. Era cashless seharusnya tak membuat kita kering empati, tapi justru memperluas peluang untuk peduli. Satu klik di layar ponsel bisa berarti harapan besar bagi seseorang yang tengah berjuang. Karena di balik setiap transaksi kebaikan, ada keberkahan yang terus berputar. Rasulullah SWT bersabda: “Setiap sedekah yang kamu keluarkan akan dijaga oleh Allah hingga menjadi besar seperti gunung.” (HR. Bukhari) jateng.baznas.go.id/bayarzakat
ARTIKEL24/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Kiai Sahal Mahfudh: Mengubah Zakat dari Kedermawanan Menjadi Pemberdayaan
Kiai Sahal Mahfudh: Mengubah Zakat dari Kedermawanan Menjadi Pemberdayaan
Ketika kita berbicara tentang tokoh inspiratif di dunia zakat dan pemberdayaan umat, nama KH. MA. Sahal Mahfudh hampir tak bisa dilewatkan. Ulama besar asal Kajen, Pati, Jawa Tengah ini bukan hanya dikenal karena kealimannya dalam bidang fiqih, tetapi juga karena gagasan besarnya dalam mengubah cara pandang terhadap zakat — dari sekadar amal karitatif menjadi instrumen sosial yang berdaya guna. Dari Sedekah Konsumtif ke Zakat Produktif Kiai Sahal Mahfudh memiliki pandangan yang jauh ke depan. Di masa ketika banyak orang memaknai zakat hanya sebagai bantuan sesaat, beliau justru mengajak umat untuk melihat zakat sebagai alat pemberdayaan. Dalam salah satu pemikirannya yang tertuang dalam buku Nuansa Fiqih Sosial (2004), beliau menulis: “Zakat tidak boleh berhenti pada aspek karitatif, melainkan harus dikembangkan ke arah produktif. Zakat seharusnya dapat menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat agar tidak terus bergantung pada bantuan.” Pemikiran ini menegaskan bahwa zakat tidak seharusnya hanya menutup kebutuhan konsumtif sesaat, tetapi harus menjadi modal awal menuju kemandirian. Pesantren Sebagai Basis Pemberdayaan Kiai Sahal tidak berhenti pada teori. Di Pesantren Maslakul Huda, Kajen, beliau membuktikan bahwa pesantren bisa menjadi pusat pemberdayaan sosial-ekonomi. Pesantren yang beliau pimpin tidak hanya mencetak ulama, tapi juga melahirkan pelaku ekonomi dan wirausahawan sosial. Program seperti koperasi pesantren, pelatihan keterampilan, dan pendampingan masyarakat menjadi bukti nyata bagaimana ilmu agama dan ekonomi dapat berjalan beriringan. Beliau pernah berpesan: “Ilmu agama harus membumi, menjawab problem sosial dan ekonomi umat. Jangan sampai pesantren hanya menjadi menara gading yang terpisah dari realitas masyarakat. Zakat Sebagai Jalan Kemandirian Bagi Kiai Sahal, zakat memiliki misi sosial yang lebih luas daripada sekadar menunaikan kewajiban. Dalam pandangannya, tujuan utama zakat adalah menegakkan keadilan dan kemandirian sosial. Beliau menulis: “Zakat harus menjadi instrumen perubahan sosial. Dengan manajemen yang baik, zakat dapat mengubah mustahik menjadi muzakki, dan inilah bentuk keberhasilan zakat yang sesungguhnya.” Pemikiran ini menginspirasi banyak lembaga zakat untuk bergeser dari pola “bantuan sesaat” menuju program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan, seperti pelatihan wirausaha, bantuan modal produktif, dan pendampingan UMKM. Warisan Pemikiran yang Terus Hidup Kini, gagasan Kiai Sahal Mahfudh terus menjadi inspirasi bagi berbagai lembaga, termasuk BAZNAS Jawa Tengah, yang berkomitmen mengelola zakat dengan semangat pemberdayaan. Program-program ekonomi umat seperti Zakat Community Development (ZCD), UMKM Bangkit, dan beasiswa produktif adalah wujud nyata dari cita-cita beliau: menjadikan zakat sebagai penggerak perubahan. Warisan Kiai Sahal tidak hanya tertulis dalam buku, tapi hidup dalam gerakan zakat yang memerdekakan. Sebagaimana pesan beliau yang selalu relevan hingga kini: “Kemandirian adalah buah dari keberagamaan yang matang. Dan zakat adalah jalannya.”
ARTIKEL23/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Self-Care yang Sejati: Saat Berbagi Jadi Terapi Jiwa
Self-Care yang Sejati: Saat Berbagi Jadi Terapi Jiwa
Di tengah kesibukan dan tekanan hidup yang kian padat di tahun 2025, istilah self-care menjadi tren yang ramai diperbincangkan. Banyak orang mencari ketenangan dengan cara berlibur, berbelanja, atau sekadar menikmati kopi di sore hari. Namun, ada bentuk self-care yang sering terlupakan yaitu berbagi. Saat kita menyalurkan infak, zakat, atau sedekah, sebenarnya kita sedang menenangkan batin dan menyembuhkan diri dari rasa gelisah yang tak terlihat. Berbagi bukan sekadar membantu orang lain, tapi juga menguatkan diri sendiri. Setiap rupiah yang kita keluarkan dengan ikhlas menjadi cara Allah menghapus beban hati, menumbuhkan rasa syukur, dan memperluas empati. Banyak penelitian psikologi modern pun mengakui, menolong orang lain bisa menurunkan stres dan meningkatkan kebahagiaan, padahal Islam sudah mengajarkan hal itu sejak berabad-abad lalu. Jadi, kalau hari ini kamu merasa lelah, cobalah self-care dengan berbagi. Tidak perlu menunggu kaya atau senggang, cukup mulai dari niat tulus dan tindakan kecil. Karena sejatinya, ketenangan jiwa bukan datang dari apa yang kita miliki, tapi dari apa yang kita ikhlaskan. Rasulullah ? bersabda: “Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan bersedekah.” (HR. Baihaqi) jateng.baznas.go.id/bayarzakat
ARTIKEL17/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Ketenangan Jiwa dari Perspektif Psikologi dan Islam
Ketenangan Jiwa dari Perspektif Psikologi dan Islam
Makna Ikhlas dalam Islam Dalam ajaran Islam, ikhlas berarti melakukan sesuatu semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin dipuji, diakui, atau mendapatkan imbalan duniawi. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Bayyinah [98]:5: “Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama...” Ikhlas adalah pondasi dari setiap amal. Tanpanya, amal yang besar sekalipun bisa kehilangan nilai. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Amal yang ikhlas lahir dari hati yang sadar bahwa semua yang dilakukan adalah bentuk pengabdian kepada Allah — bukan untuk kepentingan pribadi, pengakuan, atau pujian manusia. Ikhlas dalam Perspektif Psikologi Dalam psikologi modern, konsep ikhlas memiliki kemiripan dengan istilah self-transcendence, yaitu kemampuan seseorang untuk melampaui kepentingan pribadi dan menemukan makna yang lebih tinggi dalam tindakannya. Menurut Viktor Frankl (1963), manusia akan merasakan kebahagiaan sejati ketika ia melakukan sesuatu yang bermakna dan bukan sekadar demi keuntungan pribadi. Orang yang ikhlas memiliki beberapa ciri psikologis: Emosi lebih stabil, karena tidak bergantung pada validasi orang lain. Hidup lebih tenang, sebab tindakannya sejalan dengan nilai-nilai spiritual. Tidak mudah kecewa, karena fokus pada proses, bukan pada hasil. Dengan kata lain, keikhlasan membantu seseorang mencapai kesehatan mental dan spiritual yang utuh. Ikhlas sebagai Terapi Jiwa Banyak gangguan emosional seperti stres, iri, dan kecewa muncul karena manusia terlalu berharap pada hasil atau penilaian orang lain. Islam memberikan solusi mendalam: latihlah hati untuk ikhlas. Ketika seseorang beramal hanya untuk Allah, maka apapun hasilnya diterima dengan lapang dada. Inilah yang disebut dalam psikologi sebagai spiritual coping, yaitu kemampuan menghadapi tekanan dengan kekuatan iman. Manfaat psikologis dari ikhlas antara lain: Mengurangi stres dan rasa kecewa terhadap hasil yang tidak sesuai harapan. Meningkatkan ketahanan mental (resilience) karena hati tidak mudah goyah. Menumbuhkan rasa syukur dan penerimaan diri. Ikhlas menjadikan seseorang kuat menghadapi situasi sulit, karena ia sadar bahwa semua yang terjadi berada dalam kendali Allah, bukan sekadar usaha manusia. Cara Menumbuhkan Keikhlasan Luruskan niat sebelum bertindak. Pastikan setiap amal diniatkan karena Allah. Hilangkan keinginan untuk dipuji. Pengakuan manusia bersifat sementara, sedangkan balasan Allah kekal. Biasakan refleksi diri (muhasabah). Evaluasi apakah niat kita murni atau masih berharap imbalan dunia. Percayalah pada ketetapan Allah. Hasil mungkin tidak sesuai harapan, tetapi Allah selalu menilai usaha yang tulus. Ikhlas adalah puncak kematangan spiritual dan psikologis. Dalam Islam, ia menjadi syarat diterimanya amal; dalam psikologi, ia adalah tanda kesejahteraan batin. Ketika seseorang mampu berbuat tanpa pamrih dan menyerahkan hasilnya kepada Allah, maka ia akan menemukan kedamaian sejati. Ikhlas memang tidak mudah, tapi di sanalah letak keindahan iman dan kedewasaan jiwa. Mari ikut ambil bagian dalam menghadirkan lebih banyak senyum dan harapan. Tunaikan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui BAZNAS Provinsi Jawa Tengah: https://jateng.baznas.go.id/bayarzakat
ARTIKEL09/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Zakat Emas dan Perak: Kilau Harta yang Harus Disucikan
Zakat Emas dan Perak: Kilau Harta yang Harus Disucikan
Zakat emas, perak, atau logam mulia adalah zakat yang dikenakan atas emas, perak dan logam mulia lainnya yang telah mencapai nisab dan haul. Dalil mengenai kewajiban zakat atas emas atau perak ini ada dalam Al-Quran Surat At-Taubah Ayat 34. “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”. Kewajiban zakat emas dan perak juga didasari dari beberapa hadits lainnya, salah satunya adalah hadits riwayat Abu Dawud rahimahullah: “Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, anda tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar, lalu dalam setiap kelebihannya wajib dizakati sesuai prosentasenya.” (HR. Abu Dawud) Syarat Emas dan Perak yang Wajib Dizakati Setelah mengetahui tentang kewajiban zakat emas dan perak, lalu selanjutnya kita perlu mengetahui apa saja syarat emas dan perak yang wajib dizakati. Adapun detailnya sebagai berikut : Milik Sendiri, artinya kepemilikan atas emas dan perak tesrbut dimiliki secara sempurna dan sah, bukan pinjaman atau milik orang lain. Sampai Haulnya, artinya emas dan perak tersebut sudah tersimpan selama satu tahun berjalan. Sampai Nisabnya, artinya emas dan perak yang dimiliki sudah mencapai batasnya untuk dikategorikan sebagai harta yang wajib dizakati. Untuk nisab zakat emas sendiri sebesar 85 gram emas dan untuk perak sebesar 595 gram. Nisab dan Cara Menghitung Zakat Emas dan Perak Zakat emas wajib dikenakan zakat jika emas yang tersimpan telah mencapai atau melebihi nisabnya yakni 85 gram (mengikuti harga Buy Back emas pada hari dimana zakat akan ditunaikan), kadar zakat emas adalah 2,5%. Sementara itu, zakat perak wajib ditunaikan jika perak yang dimiliki telah mencapai atau melebihi nisab sebesar 595 gram, kadar zakatnya ialah 2,5% dari perak yang dimiliki. Berikut cara menghitung zakat emas/perak: 2,5% x Jumlah emas/perak yang tersimpan selama 1 tahun Contoh: Bapak Fulan memiliki emas yang tersimpan sebanyak 100 gram (melebihi nisab), maka emasnya sudah wajib untuk dizakatkan. Jika ingin menunaikan zakat emas dengan uang, maka emas tersebut perlu di konversikan dulu nilainya dengan harga harga emas saat hendak ingin menunaikan zakat, misalnya Rp.800.000,-/gram, maka 100 gram senilai Rp.80.000.000,-. Zakat emas yang perlu Bapak Fulan tunaikan adalah 2,5% x Rp.80.000.000,- = 2.000.000,-. Bagaimana Cara Menunaikan Zakat Emas dan Perak Ada berbagai cara untuk menunaikan zakat emas dan perak. Pertama bisa menunaikan zakatnya berupa emas secara langsung atau bisa dikonversikan terlebih dahulu ke dalam nilai rupiah.
ARTIKEL07/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Dagang Boleh Hebat, Tapi Harus Ingat Zakat
Dagang Boleh Hebat, Tapi Harus Ingat Zakat
Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta niaga, sedangkan harta niaga adalah harta atau aset yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian maka dalam harta niaga harus ada 2 motivasi: Motivasi untuk berbisnis (diperjualbelikan) dan motivasi mendapatkan keuntungan. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103). Harta perdagangan yang dikenakan zakat dihitung dari asset lancar usaha dikurangi hutang yang berjangka pendek (hutang yang jatuh tempo hanya satu tahun). Jika selisih dari asset lancar dan hutang tersebut sudah mencapai nisab, maka wajib dibayarkan zakatnya. Nisab zakat perdagangan senilai 85 gram emas dengan tarif zakat sebesar 2,5% dan sudah mencapai satu tahun (haul). Berikut cara menghitung zakat perdagangan: 2,5% x (aset lancar – hutang jangka pendek) Contoh: Bapak A memiliki aset usaha senilai Rp200.000.000,- dengan hutang jangka pendek senilai Rp50.000.000,-. Jika harga emas saat ini Rp622.000,-/gram, maka nishab zakat senilai Rp52.870.000,-. Sehingga Bapak A sudah wajib zakat atas dagangnya. Zakat perdagangan yang perlu Bapak A tunaikan sebesar 2,5% x (Rp200.000.000,- – Rp50.000.000,-) = Rp3.750.000,-.
ARTIKEL05/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Dari Gaji ke Berkah: Makna Zakat Penghasilan bagi Generasi Produktif
Dari Gaji ke Berkah: Makna Zakat Penghasilan bagi Generasi Produktif
Zakat penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi; zakat pendapatan adalah bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan atas harta yang berasal dari pendapatan / penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Nishab dan Kadar Zakat Penghasilan Zakat penghasilan dikeluarkan dari harta yang dimiliki pada saat pendapatan/ penghasilan diterima oleh seseorang yang sudah dikatakan wajib zakat. Lalu siapa orang yang wajib menunaikan zakat penghasilan? Seseorang dikatakan sudah wajib menunaikan zakat penghasilan apabila ia penghasilannya telah mencapai nishab zakat pendapatan sebesar 85 gram emas per tahun. Hal ini juga dikuatkan dalam SK BAZNAS Nomor 01 Tahun 2023 Tentang Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa, bahwa; Nishab zakat pendapatan / penghasilan pada tahun 2023 adalah senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp 81.945.667,- (Delapan puluh satu juta Sembilan ratus empat puluh lima ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah) per tahun atau Rp 6.828.806,- (Enam juta delapan ratus dua puluh delapan ribu delapan ratus enam rupiah) per bulan. Dalam praktiknya, zakat penghasilan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nishab perbulannya adalah setara dengan nilai seperduabelas dari 85 gram emas (seperti nilai yang tertera di atas) dengan kadar 2,5%. Jadi apabila penghasilan setiap bulan telah melebihi nilai nishab bulanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilannya tersebut Ada banyak jenis profesi dengan pembayaran rutin maupun tidak, dengan penghasilan sama dan tidak dalam setiap bulannya. Jika penghasilan dalam 1 bulan tidak mencapai nishab, maka hasil pendapatan selama 1 tahun dikumpulkan atau dihitung, kemudian zakat ditunaikan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Mari ikut ambil bagian dalam menghadirkan lebih banyak senyum dan harapan. Tunaikan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui BAZNAS Provinsi Jawa Tengah: https://jateng.baznas.go.id/bayarzakat
ARTIKEL03/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Makna Mendalam Zakat: Dari Kesucian Harta Menuju Keberkahan Umat
Makna Mendalam Zakat: Dari Kesucian Harta Menuju Keberkahan Umat
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .” Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna : Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta. Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.
ARTIKEL01/10/2025 | Humas BAZNAS Prov. Jateng
Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat