WhatsApp Icon

Kiai Sahal Mahfudh: Mengubah Zakat dari Kedermawanan Menjadi Pemberdayaan

23/10/2025  |  Penulis: Humas BAZNAS Prov. Jateng

Bagikan:URL telah tercopy
Kiai Sahal Mahfudh: Mengubah Zakat dari Kedermawanan Menjadi Pemberdayaan

Inspirasi Kiai Sahal Mahfudh: ubah zakat dari kedermawanan jadi pemberdayaan umat.

Ketika kita berbicara tentang tokoh inspiratif di dunia zakat dan pemberdayaan umat, nama KH. MA. Sahal Mahfudh hampir tak bisa dilewatkan. Ulama besar asal Kajen, Pati, Jawa Tengah ini bukan hanya dikenal karena kealimannya dalam bidang fiqih, tetapi juga karena gagasan besarnya dalam mengubah cara pandang terhadap zakat — dari sekadar amal karitatif menjadi instrumen sosial yang berdaya guna.

Dari Sedekah Konsumtif ke Zakat Produktif

Kiai Sahal Mahfudh memiliki pandangan yang jauh ke depan. Di masa ketika banyak orang memaknai zakat hanya sebagai bantuan sesaat, beliau justru mengajak umat untuk melihat zakat sebagai alat pemberdayaan.

Dalam salah satu pemikirannya yang tertuang dalam buku Nuansa Fiqih Sosial (2004), beliau menulis:

“Zakat tidak boleh berhenti pada aspek karitatif, melainkan harus dikembangkan ke arah produktif. Zakat seharusnya dapat menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat agar tidak terus bergantung pada bantuan.”

Pemikiran ini menegaskan bahwa zakat tidak seharusnya hanya menutup kebutuhan konsumtif sesaat, tetapi harus menjadi modal awal menuju kemandirian.

Pesantren Sebagai Basis Pemberdayaan

Kiai Sahal tidak berhenti pada teori. Di Pesantren Maslakul Huda, Kajen, beliau membuktikan bahwa pesantren bisa menjadi pusat pemberdayaan sosial-ekonomi.
Pesantren yang beliau pimpin tidak hanya mencetak ulama, tapi juga melahirkan pelaku ekonomi dan wirausahawan sosial.

Program seperti koperasi pesantren, pelatihan keterampilan, dan pendampingan masyarakat menjadi bukti nyata bagaimana ilmu agama dan ekonomi dapat berjalan beriringan.

Beliau pernah berpesan:

“Ilmu agama harus membumi, menjawab problem sosial dan ekonomi umat. Jangan sampai pesantren hanya menjadi menara gading yang terpisah dari realitas masyarakat.

Zakat Sebagai Jalan Kemandirian

Bagi Kiai Sahal, zakat memiliki misi sosial yang lebih luas daripada sekadar menunaikan kewajiban. Dalam pandangannya, tujuan utama zakat adalah menegakkan keadilan dan kemandirian sosial.

Beliau menulis:

“Zakat harus menjadi instrumen perubahan sosial. Dengan manajemen yang baik, zakat dapat mengubah mustahik menjadi muzakki, dan inilah bentuk keberhasilan zakat yang sesungguhnya.”

Pemikiran ini menginspirasi banyak lembaga zakat untuk bergeser dari pola “bantuan sesaat” menuju program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan, seperti pelatihan wirausaha, bantuan modal produktif, dan pendampingan UMKM.

Warisan Pemikiran yang Terus Hidup

Kini, gagasan Kiai Sahal Mahfudh terus menjadi inspirasi bagi berbagai lembaga, termasuk BAZNAS Jawa Tengah, yang berkomitmen mengelola zakat dengan semangat pemberdayaan.
Program-program ekonomi umat seperti Zakat Community Development (ZCD), UMKM Bangkit, dan beasiswa produktif adalah wujud nyata dari cita-cita beliau: menjadikan zakat sebagai penggerak perubahan.

Warisan Kiai Sahal tidak hanya tertulis dalam buku, tapi hidup dalam gerakan zakat yang memerdekakan.

Sebagaimana pesan beliau yang selalu relevan hingga kini:

“Kemandirian adalah buah dari keberagamaan yang matang. Dan zakat adalah jalannya.”

Bagikan:URL telah tercopy
Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat